Sabtu, 12 November 2011

Royal Wedding Yogyakarta Tak Kalah dari Kerajaan Inggris

  
          Ternyata tak hanya Kerajaan Inggris saja yang bisa menghelat acara royal wedding untuk Pangeran William-Kate Middleton dan mampu menarik wisatawan untuk melihat pernikahan tersebut. Yogyakarta pun tak kalah dalam menghelat royal wedding. Masih jelas diingatan royal wedding putri Sultan Hamengku Buwono X yang sangat meriah di bulan Oktober lalu.
            Pernikahan putri bungsu Sri Sultan Hamengku Buwana X, Gusti Raden Ajeng Nur Astuti Wijareni dengan Ahmad Ubaidillah itu digelar selama tiga hari beturut-turut, Minggu (16/10) hingga Selasa (18/10). GRAj Reni yang kini bernama Gusti Kanjeng Ratu Bendara dan Ahmad Ubaidillah yang kini bergelar Kanjeng Pangeran Harya Yudanegara, harus melewati serangkaian acara dalam pernikahan ageng tersebut. Hari pertama (16/10), KPH Yudhanegara menjalani prosesi nyantri di Bangsal Ksatrian Kraton. Prosesi nyantri ini bertujuan untuk pengenalan pengantin pria kepada anggota keluarga kraton, untuk mengakrabkan  dan supaya keluarga kraton bisa mengenali calon mantu lebih jauh. Juga untuk penyesuaian diri pengantin pria dengan tradisi keluarga kraton.

Di waktu yang sama, pengantin putri juga melakukan prosesi  yaitu pelangkahan. Pelangkahan dilakukan  GKR Bendara  karena sebagai putri bungsu dia mendahului kakaknya, GRAj Nur Abra Juwita yang belum menikah. Dalam prosesi pelangkahan tersebut  GKR Bendara memberikan selirang pisang sanggan, pakaian, dan sepatu kepada  GRAj Juwita yang disaksikan kedua orangtuanya yaitu  Sri Sultan Hamengku Buwiono X dan GKR Hemas,  saudara-saudaranya, serta sentono dalem di Kraton Kilen. Usai melakukan pelangkahan, GKR Bendara juga menjalani prosesi nyantri di Bangsal Sekar Kedaton.

Rangkaian acara pada hari kedua (17/10) adalah upacara siraman kedua mempelai yang dilakukan di tempat terpisah. Upacara siraman ini bertujuan untuk mensucikan diri pengantin secara lahir dan batin untuk memasuki kehidupan baru.  Setelah kedua mempelai melakukan siraman, pada malam harinya dilangsungkan upacara "tantingan" oleh Sri Sultan HB X kepada putri bungsunya terkait dengan niat GKR Bendara untuk menikah dengan KPH Yudhanegara dan disaksikan oleh GKR Hemas, semua kakaknya serta Sentono Dalem. Lalu dilanjutkan dengan prosesi midodareni di Bangsal Sekar Kedaton.
            Keesokan harinya (18/10) merupakan acara puncak pernikahan ageng Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.  Sekitar pukul 07.10 WIB dilangsungkan akad nikah di Masjid Panepen Kraton Ngayogyakarto. Uniknya, meskipun berasal dari Lampung, KPH Yudhanegara dengan fasih mengucapkan ijab qabul dalam bahasa Jawa. Adapun mas kawinnya adalah Al Quran, seperangkat alat salat, uang serta perhiasan emas yang tidak disebutkan jumlahnya. Selanjutnya adalah prosesi panggih temanten dan resepsi di Bangsal Kencana. Prosesi ini dihadiri oleh Presiden Susilo Bamabang Yudhoyono dan Wapres Budiono,  juga pejabat lainnya seperti Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tanjung, mantan Wapres Jusuf Kalla, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Agum Gumelar, dan sebagainya.
            Malam harinya diadakan lagi resepsi pernikahan ageng Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat di Bangsal Kepatihan, yang tampak megah dengan dekorasi bernuansa Jawa. Malam itu kedua mempelai mengenakan busana kebesaran kraton, basahan Jangan Menir. Sekitar 1500 tamu undangan yang hadir disambut dengan persembahan Beksan Bedoyo Manten dan Beksan Lawung.

 Namun pada sore harinya terlebih dulu diadakan kirab pengantin ageng Kraton Yogyakarta, KPH Yudanegara dan GKR Bendara. Saat itulah puluhan ribu masyarakat dari berbagai daerah di DIY maupun Jawa Tengah, tumpah ruah memadati sepanjang jalan mulai dari Alun-Alun Utara sampai Malioboro.  Anak-anak , tua, muda, laki-laki, maupun perempuan datang ke pusat kota Jogja dan  memenuhi jalan-jalan yang dilewati penganten ageng. Kirab yang kurang lebih menempuh jarak satu kilometer itu begitu meriah, membuat royal wedding ini tak kalah dengan royal wedding Kerajaan Inggris. Kirab yang disertai tarian-tarian daerah ini bisa dikatakan sebagai peristiwa budaya dan pesta rakyat, yang bisa menjadi daya tarik wisata di Jogja. (Jesicha Zenia Winasa)